Menyuap Tuhan


Suap-menyuap adalah sebuah keniscayaan di dunia ini hehe. Secara serampangan dapat saya kategorikan ada empat tipe suap-menyuap.

Tipe pertama dimulai dari ibu yang menyuapi anaknya yang masih bayi. Adalah sebuah hal lumrah mengingat bayi manusia tidaklah seperti bayi kucing atau bayi kuda yang setelah lahir langsung bisa berjalan, minum, dan mencari makan.

Tipe yang ke dua adalah suap-suapannya sepasang kekasih yang sedang makan bareng disebuah restoran. Ini juga merupakan hal lumrah yang sering kita temui. Ketika ada sepasang anak muda baru asik-asiknya menjalin cinta, maka salah satu ungkapan cinta yang digunakan adalah suap-suapan saat sedang menyantap makanan. Pesan hanya satu piring saja untuk berdua, padahal juga laper kan aslinya kalau cuma sepiring, atau ga ada duit? Hehe

Tipe yang ketiga adalah suap-suapan yang dilakukan oleh pejabat. Ini adalah tipe suap-suapan yang tidak lumrah, sebab yang disuapkan bukanlah makanan tetapi adalah uang. Usut punya usut kalau nasibnya tidak beruntung biasanya ketemu sama KPK hehe.

Tipe yang terakhir adalah tipe suap-suapan yang cukup ekstrem, yaitu adalah menyuap Tuhan. Apa maksudnya ini, Tuhan kok disuap! Wait wait sabar dulu hehe. Maksudnya adalah gambaran perilaku kita yang menganggap hubungan dengan Tuhan hanyalah sebatas hubungan transaksional.

Telah kita ketahui bersama bahwa ceramah-ceramah agama (tentu tidak semuanya) kini mengajarkan kita untuk berbuat sesuatu yang baik agar nanti mendapat imbalannya. Tentu saja ini bukan hal yang salah, tetapi apakah hanya sebatas itu saja cara kita berhubungan dengan Tuhan?

Mengajak berbuat sesuatu dengan imbalan merupakan metode yang sah-sah saja, tetapi pada umumnya hal itu dilakukan khusus untuk anak-anak kecil. Kepada mereka kita janjikan hadiah yang istimewa bila mereka mau melakukan ibadah, dengan begitu mereka akan punya semangat untuk melaksanakan ibadah meski niatannya adalah untuk mendapatkan hadiah. Namun lama-kelamaan setelah mereka dewasa dan memahami esensi dari apa yang mereka lakukan mereka akan mengalami sebuah kesadaran baru, bahwa tidak seharusnya mereka beribadah karena imbalan.

Sebagai golongan yang sudah cukup dewasa, sudah selayaknya kita memahami esensi itu dan menjadi sadar atas apa yang sesungguhnya kita lakukan. Tidak ada yang salah dari mengharapkan imbalan dari ibadah kita, tetapi mari kita naik satu tingkat untuk menjalankan ibadah bukan karena imbalannya, bukan karena takut neraka, bukan karena ingin mendapatkan surga, melainkan melakukan ibadah sebagai upaya untuk menunjukkan cinta kita kepada Tuhan.

Ya Tuhan, aku bersujud kepadaMu bukan karena menginginkan surgaMu, melainkan semua ini aku lakukan sebagai perwujudan cintaku kepadaMu.

Comments

Popular Posts