Reduksi Kesadaran

Sumber: https://dribbble.com/shots/5909452-Hmmm/attachments


"Apa yang sesungguhnya ada dipikirannya? Masa gitu aja nggak tau sih?"

Pertanyaan tersebut adalah satu dari sekian banyak pertanyaan yang muncul di kepala saya ketika saya melihat artis, ustad, selebgram, politikus atau katakanlah “influencer” sedang memberikan nasihat kepada para fansnya, baik melalui media atau secara langsung.

Apa yang salah dari memberikan nasihat? Tidak ada sama sekali. Tentu saja itu hal baik. Namun yang aneh bagi saya adalah, nasihat yang diberikan itu terlalu klise, dan anehnya lagi masyarakat meresponnya dengan begitu riuh hingga memuji-mujinya.

Sejak drama pilpres ini bergulir, banyak tokoh yang mengatakan kepada masyarakat melalui media sosialnya untuk hidup rukun. Ujaran tersebut disambut hangat oleh masyarakat luas dengan komentar seperti ini “wah nasihatnya adem, bener banget ini, saya setuju”.

Bagi saya, ini sangat aneh. Sebelah mananya yang adem? Atau apa yang hebat dari hal tersebut? Bukankah itu hal yang sudah seharusnya kita tau bahkan sejak kita masih kecil bahwa hidup memang selayaknya rukun satu sama lain?

Dilain sisi ada seorang lain mengatakan bahwa tidak selayaknya kita menghakimi orang lain semau-mau kita. Lantas begitu banyak orang menorehkan komentar karena kekagumannya atas statement itu.

Aneh sekali bukan? Kenapa masyarakat kita kagum dengan statement seperti itu? Bukankah kita sudah selayaknya mengerti hal semacam itu sejak kita kecil? Apa yang sesungguhnya terjadi?

Dewasa ini bahkan seorang muslim yang melaksanakan sholat lima waktu saja menjadi begitu terpuji. Padahal ya wajar saja to? Wong sholat itu sudah jadi kewajibannya orang muslim, bukan hal yang menakjubkan lagi bila melihat seorang muslim melakukan sholat lima waktu.

Salah seorang teman saya pernah mengatakan hal semacam itu menjadi wajar karena akhir-akhir ini cukup jarang orang muslim melaksanakan sholat lima waktu. Jujur saja saya kaget mengingat orang-orang disekitar saya masih melaksanakan sholat lima waktu seperti biasanya, ternyata dititik yang lain hal semacam itu sudah jarang ditemui.

Barangkali kejadian-kejadian yang saya anggap wajar diatas juga menjadi hal yang langka dititik-titik yang lain sehingga mengakibatkan kekaguman luar biasa ketika ada orang yang melaksanakannya.

Menurut saya, ini hal yang memprihatinkan karena bisa jadi ada reduksi kesadaran besar-besaran didalam masyarakat kita. Hal ini bisa mengakibatkan masyarakat mentoleransi hal-hal yang kurang baik karena hal tersebut kini menjadi pemandangan sehari-hari.

Mabuk misalnya, menjadi hal yang biasa saja mengingat perilaku mabuk kini dilakukan oleh hampir sebagian anak-anak muda. Padahal jelas-jelas hal tersebut adalah hal yang tidak baik.

Selain itu dampak dari reduksi kesadaran tersebut adalah rendahnya ekspektasi masyarakat terhadap etika, adab, hingga ilmu. Kini melaksanakan sholat lima waktu saja sudah dianggap sebagai anak yang baik. Ikut pengajian yang isi ceramahnya itu-itu saja alias tidak berubah isinya sejak dari SD hingga sarjana sudah dianggap sebagai seorang yang alim, bahkan sampai cukup percaya diri untuk menceramahi orang lain.

Melegakan tentunya karena untuk dianggap menjadi orang yang alim tinggal ikut pengajian saja. Untuk menjadi orang yang baik tinggal laksanakan saja sholat. Tulisan ini tidak bermaksud merendahkan orang lain. Tetapi, apakah hanya itu nilai yang kita banggakan?

Comments

Popular Posts