Malaikat Pendosa



Manusia sebagai mahkluk memanglah unik. Tiada duanya pokoknya. Bila kita tengok kepada hewan atau tumbuhan, maka bisa kita saksikan bahwa dunia hewan dan tumbuhan itu default. Apa adanya. Dari sononya begitu. Tumbuhan atau hewan tidak punya ambisi apapun dalam hidupnya. Kucing ya seperti itu, burung ya seperti itu. Jelas dan pasti.

Makhluk lain seperti setan atau malaikat juga serupa. Malaikat ya seperti itu. Patuh dan taat kepada Tuhan. Segala yang baik disematkan padanya. Sebuah simbol atas kesucian. Sedangkan setan kebalikannya, setan asalah simbol atas kejahatan. Segala hal yang sifatnya buruk disematkan padanya. Kita bisa membedakan kedua makhluk itu dengan sangat mudah.

Lantas bagaimana dengan manusia? Manusia diberi potensi untuk melakukan kedua-duanya. Manusia pada dasarnya mempunyai beban paling berat sebagai makhluk hidup. Bila kita menjadi malaikat, maka mudah saja bagi kita menjalaninya. Sebab kita hanya diberi satu kemungkinan, yaitu untuk selalu patuh kepada Tuhan. Dan bila kita menjadi setan, maka yang ada adalah hal serupa. Mudah saja bagi kita untuk menjadi setan, sebab kita hanya punya satu kemungkinan, yaitu berbuat hal-hal buruk.

Oleh karenanya, didalam diri manusia terdapat malaikat sekaligus setan. Kedua potensi itu adalah nyata ada didalam diri kita. Kemampuan kita untuk menghandle pada bagian mana kita memilih potensinya adalah ukuran kehebatan manusia. Sialnya, itu tidak pernah mudah.

Kita ketahui bersama bahwa dalam setiap hal yang dialami manusia, didalamnya pun terdapat potensi setan dan malaikat itu. Kalimat “sabar, pasti ada hikmahnya” adalah salah satu hal yang bisa kita gunakan sebagai contoh. Kalimat itu keluar dari teman atau tetangga kita saat kita mengalami hal buruk. Kalimat itu mengisyaratkan bahwa meski yang kita alami adalah hal buruk, sesungguhnya didalamnya ada hal baiknya loh. Begitu pun sebaliknya, didalam hal yang baik selalu ada potensi buruknya juga. Harta yang melimpah itu hal yang baik, tapi juga bisa menjadi buruk bila kita tidak bisa mengelolanya dengan baik.

Dewasa ini dapat kita cermati melalui telepon genggam kita masing-masing betapa peristiwa diatas banyak sekali terjadi. Di media sosial hari ini, banyak orang berkomentar menasihati orang lain tentang kebaikan, sedangkan pada komentar yang lain mereka mencaci dan memaki dengan begitu leluasanya. Seolah sudah lupa pernah menulis komentar berisi nasihat atas kebaikan.

Pada dasarnya kita sudah akrab dengan peristiwa real semacam itu dalam hidup kita. Tetapi dengan adanya amplifier bernama media sosial, jumlah peristiwa semacam itu menjadi begitu banyak. Masih bagus bila setidaknya sadar dengan apa yang diperbuat. Tetapi seringnya sama sekali tidak sadar. Ketika menjadi malaikat ya hanya sadarnya menjadi malaikat. Ketika mencaci-maki, menjadi setan, ya ingatnya menjadi setan saja. Tidak ingat bahwa diri adalah manusia, punya dua potensi yang harus selalu di kontrol dalam dirinya.

Semoga kita tidak termasuk dalam golongan yang semacam itu. Semoga kita selalu sadar bahwa kita adalah manusia serta selalu sadar pula untuk mengkontrol dua potensi yang ada dalam diri kita. Jangan sampai sehabis kita menasihatkan kebaikan kepada orang lain, sedetik setelahnya kita melakukan hal yang tercela. Jangan sampai kita menjadi malaikat pendosa.

Comments

Popular Posts