Dialektika Cinta dan Benci Arsitektur Futuristik


Kemajuan teknologi membawa kita pada perkembangan dunia yang begitu mengejutkan. Begitu banyak hal yang kita pikir tak mungkin menjadi mungkin. Seolah muka kita ditampar oleh kenyataan bahwa tidak selayaknya kita meramalkan masa depan, sebab ia selalu menjadi rahasia yang tiada pernah orang tau.

Siapa yang tak kenal Borobudur? Prambanan? Piramida Giza? Tah Mahal? Hampir sebagian besar orang mengenalinya. Bangunan-bangunan yang kini dianggap pusaka itu diagungkan namanya karena salah satunya adalah kehebatan teknologi pembangunan yang digunakan pada saat itu. Saking hebatnya, bahkan ada yang sampai dirumorkan bahwa pembangunannya menggunakan bantuan jin. Jika memang demikian adanya, maka betapa hebatnya manusia di masa lampau itu yang mampu mengoordinasikan dua makhluk yang dunianya berbeda.

Kita ketahui bersama berkoodinasi dengan sesama manusia saja susahnya minta ampun. Ada saja kesalahpahaman komunikasi yang terjadi diantara manusia, apalagi bekerja bersama jin. Tentunya butuh seorang manajer yang sangat luar biasa untuk mengerjakan proyek itu di masa lampau.

Namun terlepas dari rumor itu. Teknologi yang digunakan pada masa itu memanglah menakjubkan. Kiranya dengan teknologi yang ada sekarang, tetaplah tidak mudah untuk membangun Borobudur. Perencanaan yang luar biasa dilakukan oleh arsiteknya, bagaimana lokasi dipilih, sumbu kosmosnya, bentuknya, komposisinya, filosofinya dan lain sebagainya. Setelah itu membayangkan bagaimana ia dikonstruksikan saja rasanya begitu mustahil untuk zaman itu. Bagaimana cara menambang batunya, memotong batunya, mengukir dan menghaluskan batunya, bagaimana bisa membuat kunci-kunciannya hingga sepresisi itu dan lain sebagainya. Secara politik juga cukup menarik karena Candi itu dibangun terus menerus hingga selesai dalam kurun waktu 75–100 tahun, bayangkan sudah berapa kali penguasa berganti dan proyek itu tetaplah berjalan hingga selesai.

Masih banyak lagi yang bisa digali dari Borobudur, tetapi sedikit gambaran itu saja kiranya sudah cukup untuk menggambarkan betapa istimewanya bangunan ini hingga kemudian diakui sebagai warisan budaya dunia.

Aktualisasi atas zaman menjadi ciri khas yang sangat mencolok pada hampir setiap bangunan-bangunan pusaka. Teknologi dan ilmu pengetahuan terupdate pada masanya, diaktualisasikan dalam sebuah mahakarya yang kini kita kenal.

***

Pada dasarnya semangat aktualisasi zaman selalu terjadi setiap saat. Hari ini kita mengenal begitu banyak hal-hal menakjubkan dan canggih. Begitu banyak orang pula dalam bermacam profesi mengaktualisasikan dirinya dengan seluruh teknologi dan ilmu pengetahuan yang kita punya hari ini. Tak terkecuali pada bidang seperti arsitektur. Kita mengenal arsitek-arsitek seperti Zaha Hadid, Frank Gehry, Daniel Libeskin, Norman Foster, BIG, SOM, Snøhetta dan lain sebagainya yang ekspresi arsitekturnya sangat membawa semangat aktualisasi atas teknologi dan ilmu pengetahuan zaman ini.

Dalam suatu artikel Zaha Hadid pernah ditanya mengapa ia menggunakan teknologi yang digunakan untuk membuat pesawat jet tempur dalam desain bangunannya. Dengan sederhana ia menjawab karena hal itu bisa dilalukan lantas kenapa tidak? Dia ingin desainnya merepresentasikan hari ini.

Namun dibalik semua itu, tentu saja ada kalangan yamg menjadi oposisi. Ada yang menilai desain Zaha Hadid terlalu boros, abai pada kelestarian lingkungan dan lain sebagainya. Argumen yang sama juga dilontarkan kepada arsitek lain seperti Frank Gehry misalnya.

Pada satu sisi, apa yang disuarakan oleh pihak yang beroposisi ini ada benarnya. Kelestarian lingkungan harusnya juga menjadi corak arsitektur masa kini. Bumi telah begitu rapuh, sudah cukup bagi kita untuk menyakitinya. Tetapi bila kita lihat dalam alur konsistensi kiranya ada yang cukup aneh.

Bisa dikatakan bahwa sebagian besar arsitek mencintai dan mendukung bangunan pusaka atau cagar budaya untuk dilestarikan. Bangunan yang mempunyai nilai sejarah, budaya, intelektual, dan teknologi yang merepresentasikan zamannya layak untuk dirawat dan dipertahkankan. Tetapi mengapa bangunan yang hari ini merepresentasikan zamannya justru dikritisi?

Bila dalih yang digunakan adalah seperti boros dan merusak alam. Apakah Borobudur tidak boros dan tidak merusak alam? Darimanakah semua batu-batu itu berasal? Tiba-tiba saja ada dan berserakan? Kiranya hal tersebut tidak mungkin. Berapa batang pohon yanh ditebang untuk membuat alat bantu dalam proses konstruksi itu? Bahkan mungkin berapa korban jiwa yang terpaksa dikorbankan untuk sebuah proyek yang hampir 100 tahun pembangunannya itu?

Tulisan ini tidak mencoba untuk mendukung atau mendiskreditkan suatu karya. Tetapi untuk menelisik kontradiksi yang tercipta dalam kosmos nalar kita semua. Kita mencintai sesuatu yang mencerminkan semangat zaman, tetapi kita juga tidak begitu tulus untuk mencintai yang hari ini menjadi cerminan semangat zaman kita.

Kiranya cinta dan benci itu memang begitu tipis batasnya.

Comments

Popular Posts