Tidak Pernah Ada yang Bercerita bahwa Menjadi Orang Baik Itu Tidak Mudah

Sumber:https://www.freepik.com/free-photo/closeup-red-hearts-white-background_3277833.htm#page=1&query=heart%20broken&position=8

Selama kita hidup mulai dari kita masih balita hingga dewasa, kita selalu dinasihati untuk tidak pernah berbuat jahat kepada orang lain. Perbuatan jahat itu tidak selayaknya dilakukan karena akan merugikan orang lain dan juga merupakan sebuah dosa.

Mereka yang berbuat kejahatan dan akhirnya ketahuan akan berakhir dalam penghakiman pihak yang berwajib atau terkadang berakhir pada penghakiman masa yang lembut hingga brutal.

Setelah dihakimi, maka ada sebuah cap yang mungkin akan selamanya tertempel pada orang tersebut bahwa dirinya adalah seorang penjahat. Betapa banyak orang yang setelah keluar dari penjara tak bisa mendapatkan pekerjaan karena cap tersebut.

Walau kini mungkin sudah ada program pendampingan untuk terjun ke masyarakat sebelum dibebaskan, tetapi tetap saja mereka dihantui oleh cap itu. Beberapa yang sudah bebas bahkan melakukan kejahatan kembali supaya ditangkap dan dimasukkan ke dalam bui lagi. Kenapa demikian? Karena mereka takut tidak dapat bertahan hidup diluar bui, takut tidak akan diterima dimanapun, lebih baik masuk ke bui lagi karena disana makanan selalu terjamin. Betapa susahnya ketika kita menjadi orang jahat. Oleh karenanya kita selalu didorong untuk berbuat baik kepada siapapun agar kejadian semacam itu tidak terjadi kepada kita.

Nasihat-nasihat orang tua, nasihat budaya, nasihat agama, selalu mengajak kita untuk membawa kebaikan bagi siapapun. Ada ganjaran berupa kenikmatan dan surga yang menanti bagi mereka yang berbuat baik. Tetapi anehnya, ternyata menjadi orang yang baik tidaklah semudah dan seindah itu. Menjadi orang baik nyatanya adalah perjalanan yang mungkin sama berdarahnya dengan menjadi orang jahat.

Kita ketahui bersama bagaimana cerita-cerita perjuangan para utusan Tuhan atau tokoh-tokoh yang berjuang dalam jalan suci itu. Kebaikan selalu saja dibuntuti oleh kepahitan. Mereka dilecehkan, direndahkan martabatnya, hingga dikhianati. Dalam kehidupan sehari-hari, hal semacam ini tentunya pernah kita alami. Banyak tentunya kebaikan-kebaikan yang akhirnya terlantar dan diabaikan. Rasa kasih yang di khianati, persahabatan yang hanya memanfaatkan satu belah pihak, janji-janji yang tidak ditepati, keramahan hati yang dibalas dengan kecaman, dan lain sebagainya. 

Kita lantas bertanya, kenapa tidak ada yang mengatakan bahwa menjadi orang baik itu tidaklah mudah? Bagaimana jika berbuat baik dan berbuat jahat itu benar-benar sama berdarahnya? Bila demikian, lantas mengaa orang-orang tetap menganjurkan kita untuk lebih memilih jalan yang baik? Atau mengapa para utusan Tuhan itu tetap berbuat budi yang baik meski segala kepahitan dilemparkan kepada mereka?

Suatu kali dalam sebuah diskusi ada yang mengatakan bahwa sepahit apapun yang kita dapat atas kebaikan tetap akan melahirkan kelegaan dan kebahagiaan dalam hati. Upaya atas kebaikan itu pun pada akhirnya melahirkan warisan-warisan kebaikan lain yang luar biasa. Perhatikanlah kini ajaran Gandhi atau ajaran yang dibawa oleh Muhammad. Warisan atas budi baik mereka masih hidup hingga hari ini, bahkan diajarkan dan dijadikan suri tauladan. Nama mereka selalu harum hingga hari ini.

Bila kita refleksikan pada diri kita sendiri, kiranya benar bahwa kebaikan selalu melahirkan kelegaan dan kebahagiaan dalam hati. Tidak pernah ada rasa mengganjal yang timbul setelah kita melakukan kebaikan, justru perasaan senang dan bahagialah yang muncul. Walau terkadang kita mendapatkan perlakuan kurang menyenangkan, namun kesadaran bahwa kita tidak melakukan suatu kejahatan itu benar-benar memberikan ketenangan hati yang luar biasa.

Beda cerita bila kita melakukan suatu kejahatan, walau di puji oleh begitu banyak orang, tetap saja ada yang mengganjal dalam kalbu kita. Ada perasaan bersalah yang menancap dan menghantui dalam sanubari. Meski kita disanjung-sanjung atas keberhasilan yang dicapai, tapi apalah artinya bila semua itu adalah hasil dari kecurangan? Yang kita dapatkan hanyalah kebahagiaan semu.

Kiranya benar bahwa fitrahnya manusia adalah kebaikan. Sebab hanya dengan itulah hati kita tenang dan lega. Walau diterpa badai seperti apapun, kebaikan selalu memberikan kita kekuatan untuk menari didalamnya.

Comments

Popular Posts