Generasi Robot

Saya merasa setelah beberapa tahun ini, kita sepertinya telah kehilangan apa yang disebut orang Jawa sebagai "rasa".

Saya tidak bisa mengatakan pendapat saya ini benar, ini hanyalah ungkapan atas apa yang saya rasakan di hati saya, jadi ini bukanlah sebuah penelitian ilmiah yang saya lakukan.

Menurut saya, kita kini menjadi kaum yang begitu fungsional. Fungsional yang saya maksud tidak hanya sekedar fungsional dalam memilih alat memilih suatu prosedur tertentu dalam menyelesaikan masalah, tetapi sampai pada ranah berbahasa.

Hal tersebut bisa kita lihat ketika kita sedang chatting dengan teman kita (tidak semuanya), ada beberapa dari teman-teman kita yang kalau membalas pesan itu seadanya, sebagai contoh begini "Gimana bro besok jadinya kita kumpul dimana + jam berapa? | Gsp, set7".

Si penanya bertanya dengan bahasa yang mengayomi dan menyenangkan sedangkan temannya menjawab dengan bahasa yang sgtsngkt (sangat singkat). Ibarat air susu dibalas dengan air tuba.
Saya tidak mengerti kenapa kecenderungan orang kini seperti itu. Bagi saya (sekali lagi bagi saya yaa) mengobrol entah itu didunia nyata atau dunia digital itu harusnya punya etika yang sama. Dan justru karena didunia digital itu kita tidak saling bertatap muka maka seharusnya entah bagaimana caranya kita harus menunjukkan sikap yang menyenangkan kepada orang yang kita aja bicara. Jika didunia nyata, kita bisa menunjukkannya dengan mimik wajah kita. Jika didunia digital (menurut saya) kita bisa menunjukkannya dengan bahasa yang menyenangkan dan tidak terkesan seadanya. Juga sekarang sudah ada banyak emoticon yang unyu-unyu itu untuk kita gunakan sebagai ekspresi emosi kita.

Jika kita berdalih bahwa yang penting adalah kandungan informasinya dan embel-embel atau penghias kalimat berupa basa-basi dan emoticon itu tidak perlu, maka menurut saya saat itulah kita telah kehilangan apa yang disebut "rasa" itu tadi. Dalam bayanganku, kita seperti tengah berpidato tapi tanpa pembukaan dan penutup. 

Memang tidak ada yang salah jika kita saling menerima semua itu. Tidak ada yang akan tersakiti hatinya gara-gara cara berbicara yang fungsional dan terkesan jutek itu bila kita sama sama memahami bahwa maksudnya adalah baik dan tidak jutek. Tetapi bukankah tidak ada salahnya juga bila kita berbahasa dengan cara yang tidak hanya sekedar fungsional? Tidak ada salahnya juga bukan kita menggunakan sedikit basa-basi sekedar untuk pembuka atau penutup pembicaraan? Atau menggunakan retorika-retorika yang mampu mengundang kesan dan emosi tertentu yang ingin kita suguhkan? Bukankah Tuhan memberikan kita hati yang salah satu fungsinya adalah untuk merasakan?

"Gimana bro besok jadinya kita kumpul dimana + jam berapa? | Besok jadinya kumpul di Gsp, jam set7 bro. Jangan telat ya bosku!".

Esensi dari balasannya adalah sama, yaitu kumpul di Gsp jam setengah 7. Tapi menurut saya, balasan ini lebih mempunyai kesan dan rasa yang ramah serta indah.

Sebagai penutup, tulisan ini hanyalah sekedar ungkapan hati saya, tidak ada maksud menyinggung atau melukai siapapun. Semoga mampu memberi sudut pandang atau cara pandang lain terhadap cara-cara kita dalam melakukan sesuatu. Mohon maaf lahir dan batin :)

Comments

Popular Posts