Saat Semua Semakin Cepat, Apakah Kita Berani Berhenti?



Gejolak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat luar biasa dalam beberapa dekade ini. Tidak bisa dipungkiri temuan-temuan ini sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Efisiensi menjadi satu kata kunci yang melekat di era ini.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menciptakan ruang, suasana, pengalaman, dan budaya baru.

Kecepatan dalam memperoleh informasi adalah pencapaian yang sangat mengesankan. Kini kita tak perlu membeli buku atau koran, cukup perintahkan mesin pencari dan selang sepersekian detik kita akan dihadapkan pada alternatif sumber informasi yang begitu banyak. Selain memperoleh informasi dengan cepat, kita juga dapat mengolah dan menyebarkan informasi dengan cepat pula.

Dunia serba cepat dan mudah yang digambarkan diatas sesungguhnya adalah gambaran dunia maya, dunia internet. Namun bila kita mau menilik sejenak, bukankah kini dunia nyata berbanding lurus dengan dunia maya?

Kebiasaan kita mengakses dunia maya yang cepat dan mudah membuat kita mengharapkan hal yang sama terjadi pada dunia nyata kita. Seberapa tabah kini orang untuk bersabar? Untuk menahan diri dari segala kemudahan.

Segala kemudahan ini tidak melulu buruk, hal ini tentunya sangat berguna bagi mereka yang benar-benar membutuhkannya. Seorang ibu yang mempunyai dua orang anak yang masih kecil tentunya akan sangat tertolong dengan adanya pesan antar makanan. Tetapi bagi mereka yang tidak punya kesibukan yang tinggi lalu menggunakan pesan antar makanan hampir setiap hari hanya karena malas keluar rumah, bukankah itu sesuatu yang patut kita pertanyakan? 

“Tapi kan mereka punya uang”. Ya, tentu saja mereka punya uang. Tetapi bukankah aneh jika untuk memenuhi kebutuhan hidup yang sangat pokok saja mereka malas?

***

Dalam film Shawshank Redemption ada scene yang menggambarkan seorang kakek yang telah dipenjara berpuluh-puluh tahun akhirnya dibebaskan. Ia dijemput oleh bus penjara kemudian diantar menuju kota. Setelah itu dia berjalan menuju alamat apartemen yang akan ia huni. Saat akan menyeberang jalan ia menunggu begitu lama dan hampir tertabrak mobil saat mulai melangkahkan kakinya. Sejenak dia mundur kembali dan berkata “hmmm…dunia kini begitu cepat”

Apa yang dialami oleh kakek itu senyatanya juga kita alami hari-hari ini. Menyeberang jalan terutama jalan yang besar menjadi begitu sulit karena para pengendara kendaraan bermotor enggan untuk mengendurkan gasnya. Selai itu, kini di perempatan atau pertigaan sering sekali kita dengar ada orkestrasi klakson yang mengaum-ngaum. Baru juga lampunya berubah warna ke hijau, sudah langsung main klakson saja.

***

"Saat semua semakin cepat. Bali berani berhenti dan menyepi"
Penggalan lagu diatas adalah lagu dari band Navicula asal Bali. Lagu itu menceritakan umat Hindu di Bali yang merayakan Hari Raya Nyepi setiap tahunnya.

Hari Raya Nyepi adalah hari raya yang dimana orang-orang “menyepi”. Menyepi yang dimaksud adalah dengan tidak menyalakan lampu, tv, api, tidak membuat suara yang riuh, menghentikan seluruh aktivitas yang biasanya dilakukan, bahkan pada perayaan tahun ini internet di Pulau Bali dimatikan. Orang-orang Hindhu Bali hanya berdiam diri dirumah saja.

Apa yang mereka lakukan ini adalah sebuah tindakan revolusioner bila kita melihat dari kacamata abad ini. Mereka berani memberhentikan seluruh kegiatan termasuk kegiatan ekonomi yang mana ekonomi hari ini selalu menuntut perkembangan terus menerus.

Jika earth-hour menyarankan kita untuk mematikan listrik selama satu jam, mereka mematikan listrik selama 24 jam. Bahkan kegiatan berkendara kendaraan bermotor pun hampir tidak ada. Sebuah penghematan listrik dan bahan bakar minyak yang luar biasa.
Sujiwotejo suatu kali pernah berkicau lewat twitternya:

"Kenapa aku suka senja, karena bangsa ini kebanyakan pagi, kekurangan senja. Kebanyakan gairah, kurang perenungan"

Barangkali Nyepi merupakan sebuah kegiatan perenungan. Sebuah ruang untuk menyepi dan menyendiri. Sebuah ruang yang kedap suara, tidak tertembus oleh riuhnya dunia. Nyepi adalah sebuah upaya untuk introspeksi diri, untuk mendengarkan suara diri sejati, untuk memikirkan kembali tentang dunia hari ini, untuk menghitung kembali langkah-langkah yang akan dilalui. Menyepi adalah sebuah metode untuk kembali.

***

Saat semua semakin cepat, Bali berani berhenti. Saat semua semakin cepat, beranikah kita untuk berhenti?

Comments

Popular Posts